kebijakan Deviden
Pengertian Deviden
Dividen adalah pembagian kepada pemegang saham PT yang sebanding dengan jumlah lembar yang dimiliki. Biasanya dividen dibagikan dengan interval waktu yang tetap, tetapi kadang-kadang diadakan pembagian dividen tambahan pada waktu yang bukan biasanya.. Deviden akan diterima oleh pemegang saham hanya apabila ada usaha akan menghasilkan cukup uang untuk membagi deviden tersebut dan apabila dewan direksi menganggap layak bagi perusahaan untuk mengumumkan deviden. Deviden merupakan hak pemegang saham ( common stock) , untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan membagi keuntungan dalam bentuk deviden semua pemegang saham mendapatkan haknya yang sama. Namun pembagian deviden untuk pemegang saham preferen lebih diutamakan dari pembagian deviden pemegang saham biasa.
Pendapatan yang diharapkan oleh pemegang saham adalah pendapatan yang dihasilkan dari pembagian deviden, dimana badan usaha menyerahkan sebagian labanya, untuk kepentingan kesejahteraan pemegang saham.
Dividen yang dibagikan oleh perusahaan bisa mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut :
1. Dividen Kas
Dividen yang paling umum dibagikan oleh PT adalah dividen kas. Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya dividen kas ialah apakah jumlah uang yang ada mencukupi untuk pembagian dividen tersebut.
2. Dividen Aktiva Selain Kas ( Property Dividends )
Aktiva yang dibagikan bisa berbentuk surat-surat berharga perusahaan lain yang dimiliki oleh PT, barang dagangan atau aktiva-aktiva lain. Pemegang saham akan mencatat dividen yang diterimanya ini sebesar harga pasar aktiva tersebut
3. Dividen Utang ( Scrip Dividends )
Dividen utang timbul apabila laba tidak dibagi itu saldonya mencukupi untuk pembagian dividen, tetapi saldo kas yang ada tidak cukup. Sehingga pimpinan PT akan mengeluarkan scrip dividends yaitu janji tertulis untuk membayar jumlah tertentu di waktu yang akan datang.
4. Dividen Likuidasi
Dividen likuidasi adalah dividen yang sebagian merupakan pembagian modal. Apabila perusahaan membagi dividen likuidasi, maka para pemegang saham harus diberitahu mengenai berapa jumlah pembagian laba dan berapa yang merupakan pengembalian modal, sehingga para pemegang saham bisa mengurangi rekening investasinya.
5. Dividen Saham
Dividen saham adalah pembagian tambahan saham, tanpa dipungut pembayaran kepada para pemegang saham, sebanding dengan saham-saham yang dimilikinya.
Kebijakan Deviden
Kebijakan deviden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan deviden adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk deviden atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Ada beberapa pendapat tentang pengambilan keputusan atau kebijakan deviden, antara lain sebagai berikut :
1. Pendapat tentang ketidakrelevanan deviden (irrelevant theory)
Pendapat ini dikemukakan oleh Modigliani dan Miller, yang memberikan argumentasi bahwa pembagian laba dalam bentuk deviden tidak relevan dengan peningkatan kemakmuran atau kekayaan pemegang saham. Karena deviden pay out ratio hanya merupakan bagian kecil dari keputusan pendanaan perusahaan, nilai perusahaan ditentukan tersendiri oleh kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba atau kebijakan investasi.
2. Pendapat tentang relevansi deviden (relevant theory)
Deviden adalah relevan untuk kondisi yang tidak pasti, investor dapat dipengaruhi oleh kebijakan deviden.
Selain itu ada teori tentang kebijakan deviden yang dikemukakan oleh Brigham (1989), beliau menyatakan bahwa dalam kebijakan deviden terdapat 3 teori :
- Deviden irrelevance theory,
Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak merupakan pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Pendukung utama teori ketidakrelevanan dividen (dividends irrelevance theory) ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (2001). Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya. Dengan kata lain, nilai perusahaan tergantung hanya pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi antara dividen dan laba yang ditahan. Keon et. al (2000) menyatakan bahwa pada teori ketidakrelevanan dividen, tak ada hubungan antara kebijakan dividen dan nilai saham. Satu kebijakan dividen sama bagusnya dengan lainnya. Secara agregat investor hanya mementingkan pengembalian total keputusan investasi, tak peduli apakah pengembalian berasal dari perolehan modal atau pendapatan dividen.
- Teori Bird in The Hand
Kebanyakan pemilik saham lebih menyukai pembayaran dividen saat ini daripada menundanya untuk direalisir dalam bentuk “capital gain” nanti. Tarif pajak untuk “capital gain” memang sering lebih rendah daripada untuk dividen, namun para pemilik saham banyak yang lebih menyukai dividen saat ini, karena dengan pembayaran dividen sekarang maka penerimaan uang tersebut sudah pasti, sedangkan apabila ditunda ada kemungkinan bahwa apa yang diharapkan meleset. Teori ini dianut oleh Myron Bordon dan John Lintner (Husnan, 1993).
- Tax preference theory
Suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap deviden dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak dengan alasan :
a) Keuntungan modal dikenakan tarif pajak yang lebih rendah daripada untuk pembagian dividen, karena itu investor yang kaya mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba di dalam perusahaan.
b) Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, karena adanya nilai efek waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang mempunyai biaya efektif yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan hari ini.
c) Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris dapat terhindar dari pajak keuntungan modal.
Berdasarkan ketiga konsep teori tersebut, perusahaan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
- Jika manajemen percaya bahwa deviden irrelevence theori dari modigliani dan Miller ( M-M) itu benar maka perusahaan tidak perlu memperhatikan besarnya deviden yang harus dibagikan.
- Jika perusahaan menganut Bird In The Hand Theory, maka perusahaan harus membagi selurus EAT ( Earning After Tax ), dalam bentuk deviden.
- Sedangkan jika perusahaan lebih cenderung mempercayai Tax Preference Theory , maka perusahaan harus menahan seluruh keuntungan.
Selain pendapat tentang kebijakan deviden ada beberapa factor-faktor yang memepengaruhi kebijakan deviden. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden adalah sebagai berikut
1. Kebutuhan dana bagi perusahaan
Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil kemampuan untuk membayar deviden. Penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan dananya (semua proyek investasi yang menguntungkan) baru sisanya untuk pembayaran deviden.
2. Likuiditas perusahaan
Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan deviden. Karena deviden merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar deviden. Apabila manajemen ingin memelihara likuiditas dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan membayar deviden dalam jumlah yang besar.
3. Kemampuan untuk meminjam
Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini juga merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk membayar dividen juga tinggi. Jika perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang, manajemen tidak perlu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.
4. Pembatasan dalam perjanjian hutang
Pembatasan digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan perusahaan tersebut membayar hutangnya.
5. Pengendalian Perusahaan
Apabila suatu perusahaan membayar deviden yang sangat besar, maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi yang menguntungkan. Dengan bertambahnya jumlah saham yang beredar, ada kemungkinan kelompok pemegang saham tertentu tidak lagi dapat mengendalikan perusahaan karena jumlah saham yang mereka kuasai menjadi berkurang dari seluruh jumlah saham yang beredar.
Alternatif Pembayaran Deviden
Perusahaan harus memutuskan berapa besarnya keuntungan yang ditahan dan berapa besarnya yang akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen. Keputusan ini penting karena menyangkut tanggung jawab terhadap pemegang saham yang telah menanamkan dananya dan juga terhadap pertumbuhan perusahaan.
Ada tiga macam alternatif pembayaran dividen:
a. Divident pay out yang konstan.
Divident pay out yang konstan merupakan penetapan pembagian rasio yang tetap terhadap keuntungan yang didapat perusahaan. Berapapun keuntungan yang diperoleh persentase keuntungan yang dibagikan selalu sama. Sebagai akibat maka jumlah uang yang dibayarkan akan berbeda tergantung pada keuntungan yang diperoleh.
b. Jumlah yang stabil.
Kebijakan ini akan menyebabkan perusahaan membayarkan jumlah yang tetap untuk beberapa periode. Pembayaran ini akan dinaikan apabila perusahaan merasa yakin bahwa kenaikan itu dapat dipertahankan untuk periode selanjutnya. Perusahaan juga tidak akan melakukan penurunan dividen sampai benar-benar terbukti bahwa perusahaan tidak sanggup lagi membayarkan.
c. Jumlah yang kecil ditambah dividen ekstra.
Perusahaan membayarkan dividen dalam jumlah yang kecil dan apabila ada keuntungan yang melonjak maka pada akhir periode perusahaan menambahkan dividen extra. Tujuan manajemen melakukan hal ini adalah untuk menghindari konotasi dividen permanen.
Pertimbangan dalam menentukan deviden pay out ratio
Dividend payout ratio adalah persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai “cash dividend”. Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara dividend per share dengan earning per share pada periode yang bersangkutan Di dalam komponen dividend per share terkandung unsur dividen, sehingga jika semakin besar. dividend yang dibagikan maka semakin besar pula dividend payout rationya. Pembagian dividen yang besar bukanya tidak diinginkan oleh investor, tetapi jikadividend payout ratio lebih besar dari 25% dikuatirkan akan terjadi kesulitan likuiditas keuangan perusahaan dimasa yang akan datang.
Banyak perusahaan berusaha untuk mempertahankan dividend payout ratio, pendapatan yang diinginkan untuk suatu periode yang panjang, artinya terdapat target dividend payout ratio untuk jangka panjang atau mempertahankan pendapatan. Hasilnya, dividen biasanya dipertahankan pada jumlah konstan dan dinaikkan hanya jika manajer yakin bahwa relatif mudah untuk mempertahankan kenaikan pembayaran tersebut di masa depan.
Dalam pembayaran dividen oleh emiten, maka emitan selalu akan mengumumkan secara resmi jadwal pelaksanaan pembayaran deviden. Tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut :
- Tanggal Pengumuman (Declaration Date)
Yaitu tanggal pada saat direksi perusahaan mengeluarkan pernyataan berisi pengumuman pembagian divisi.
- Tanggal Cum Dividen (Cum Dividend Date)
Merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai maupun dividen saham.
- Tanggal Pencatatan Dalam Daftar Pemegang Saham (Date of Record)
Tanggal dimana seorang investor harus terdaftar sebagai pemegang saham perusahaan publik atau emiten sehingga ia mempunyai hak yang diperuntukkan bagi pemegang saham.
- Tanggal ex. Dividen (Ex. Dividend Date)
Tanggal pada saat hak atas dividen periode berjalan tidak lagi menyertai saham tersebut, jangka waktunya adalah 4 hari kerja sebelum tanggal pencatatan pemegang saham.
- Tanggal Pembayaran (Payment Date)
Tanggal dimana pemegang saham dapat mengambil dividen sesuai dengan dividen yang diumumkan oleh emiten.
Ada beberapa faktor-faktor yang memepengaruhi kebijakan devident payout rasio(DPR). pada perusahaan manufaktur yang telah go public. . Yaitu arus kas, profitabilitas, growt ( pertumbuhan perusahaan ) dan size ( ukuran perusahaan ).
- Arus Kas
Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas. Kas yang dimaksud terdiri dari saldo kas dan rekening giro. Dengan demikian laporan arus kas merupakan catatan yang melaporkan sumber- sumber utama penerimaan kas perusahaan serta penggunaan (pengeluaran) utama pembayaran kasnya untuk satu periode. Laporan arus kas harus disusun perusahaan sesuai persyaratan dalam pernyataan dan harus menyajikan laporan tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari laporan keuangan setiap dalam pernyataan dan harus menyajikan laporan tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari laporan keuangan untuk setiap periode penyajian laporan keuangan.
Pada dasarnya perusahaan memerlukan kas dengan alasan yang sama meskipun terdapat perbedaan dalam aktivitas penghasil pendapatan utama (revenue producing activities). Perusahaan membutuhkan kas untuk melaksanakan usaha, melunasi kewajiban dan untuk membagikan deviden kepada para investor.
Hubungan Arus Kas Terhadap Deviden Payout Ratio.
CP adalah cash position atau posisi kas yang merupakan rasio kas akhir tahun dengan earning after tax. Bagi emiten yang memiliki posisi kas yang semakin kuat akan semakin besar kemampuannya untuk membayar deviden. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan deviden. Deviden merupakan cash out flow dengan demikian makin kuatnya posisi kas perusahaan akan makin besar kemampuannya untuk membayar deviden.
Arus kas adalah pergerakan ataupun aliran kas atau yang setara dengan kas, baik aliran kas masuk maupun aliran kas keluar dari suatu perusahaan dan mencakup transaksi kas yang dimasukan dalam penentuan laba bersih (Manurung, 1998). Laporan arus kas dinilai banyak memberikan informasi tentang kemampuan emiten dalam mendapatkan laba dan likuiditas dimasa yang akan datang. Laporan aruskas memberikan informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran kas dari suatu emiten pada suatu periode tertentu, dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi pembiayaan dan investasi.
PSAK No. 2 menyatakan bahwa tujuan arus kas adalah memberikan informasi tentang arus kas suatu emiten berguna bagi para pemakai laporan keuangan sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan menilai kebutuhan emiten untuk menggunakan arus kas tersebut. Sri Sudarsih (2002) menyatakan bahwa arus kas mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap Deviden Payout Ratio.
Ha1 : Arus kas mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap Deviden Payout Ratio.
- Profitabilitas
Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitabilitas mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan asset perusahaan yang merupakan perbandingan antara earning after tax dengan Total assets. profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam menghasilkan profit untuk setiap assets yang ditanam.
Hubungan Profitabilitas Terhadap Deviden Payout Ratio.
Profitabilitas mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan asset perusahaan yang merupakan perbandingan antara earning after taxdengan Total Assets. Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Faktor ini juga memiliki pengaruh terhadap kebijakan deviden. Deviden adalah laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu deviden akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban - kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Oleh karena itu deviden yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempenengaruhi deviden payout ratio. Perusahaan yang semakin besarkeuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai deviden. Dengan kata lain semakin besar keuntungannya yang diperoleh maka akan semakin besar kemampuannya bagi perusahaan untuk membayar deviden.
Laba adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.
Tujuan utama pelaporan laba adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang berkepentingan dengan.
laporan keuangan. Tujuan yang lebih khusus meliputi penggunaan laba sebagai pengukuran efisiensi manajemen, penggunaan angka, laba historis untuk membantu meramalkan keadaan sebagai pengukuran keberhasilan serta pedoman pengambilan keputusan manajerial di masa yang akan datang.
Informasi tentang laba perusahaan dapat digunakan antara lain, sebagai berikut :
1) Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian.
2) Pengukur prestasi manajemen
3) Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak
4) Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara
5) Dasar kompensasi dan pembagian bonus
6) Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan
7) Dasar kenaikan kemakmuran
8) Dasar pembagian dividen
Salah satu konsep perilaku adalah kemampuan ramal. Laba bersih selama periode berguna untuk meramalkan laba operasi perusahaan yang akan datang, jika faktor-faktor lainnya ikut dipertimbangkan para investor mungkin tertarik dalam meramalkan laba atau dividen.
Fisher dan Bedford (Anis Chairiri dan Imam Ghozali, 2001) menyatakan bahwa pada dasarnya ada 3 konsep laba yang umumdibicarakan dan digunakan dalam ekonomi. Konsep laba tersebut ialah :
1. Pysical Income, yang menunjukkan konsumsi barang atau jasa yang dapat memenuhi kepuasan dan keinginan individu.
2. Real Time, yang menunjukkan kenaikkan dalam kemakmuran ekonomi yang ditunjukkan oleh kenaikan cost of living.
3. Money Income, yang menunjukkan kenaikan nilai moneter sumber ekonomi yang digunakan untuk konsumsi dengan biaya hidup (cost of living)
Laba terutama dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : harga jual produk, biaya dan volume penjualan. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan volume penjualan langsung mempengaruhi volume produksi dan volume produksi mempengaruhi biaya. Tiga faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain (Mulyadi, 1993:223).
Pembayaran dividen sangat bergantung pada laba yang diperoleh perusahaan. Dividen dibayarkan kepada para pemegang saham atas daar laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan kata lain, dividen hanya dapat dibayarkan kepada para pemegang saham jika perusahaan memperoleh laba pada tahun yang bersangkutan. Kepemilikan saham minoritas baru dapat mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen jika perusahaan tersebut memperoleh laba. Dengan demikian, pengaruh dari kepemilikan saham minoritas sangat. bergantung dengan perolehan laba perusahaan. Sutrisno (2000) menyatakan bahwa laba dan kepemilikan saham merupakan determinan dividend payout ratio, namun hasil penelitiannya menemukan bahwa laba dan kepemilikan saham yang diuji secara terpisah (bukan interaksi) dengan menggunakan structural equation modeling menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Kepemilikan saham dapat mempengaurhi kebijakan pembayaran dividend kontinjen terhadap laba yang diperoleh perusahaan. Oleh karen aitu, interaksi antara laba yang dilaporkan dan kepemilikan saham minoritas akan mempengaruhi dividend payout ratio.
Namun hasil penelitian Sri Sudarsih (2002) menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap Deviden Payout Ratio .
Ha2 : Profitabilitas mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap Deviden Payout Ratio
- Growth
Growth menunjukan pertumbuhan asset dimana asset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktifitas operasional perusahaan.theory free cash flow hypothesis yang disampaikan oleh Jensen (1986) menyebutkan bahwa perusahaan dengan kesempatan pertumbuhan yang tinggi memiliki free cash flow yang rendah karena sebagian dana yang ada digunakan untuk investasi pada proyek yang memiliki nilai NVP positif. Manajer dalam bisnis perusahaan dengan memperhatikan pertumbuhan lebih menyukai untuk menginvestasikan pendapatan setelah pajak dan mengharapkan kinerja yang labih baik dalam pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan (Charitou dan Vafeas ,1998 ) menurut teori residual devidend, perusahaan akan membayar devidennya jika hanya tidak memiliki kesempatan investasi yang menguntungkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan dan pembayaran deviden.
Hubungan growth terhadap deviden payout.
Growth menunjukan pertumbuhan asset, perusahaan dengan kesempatan pertumbuhan yang tinggi memiliki free cash flow yang rendah karena sebagian dana yang ada digunakan untuk investasi pada proyek yang memiliki nilai NVP positif. sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan dan pembayaran deviden.
H3 : growth mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap Deviden Payout Ratio
- Size
Size adalah simbol ukuran perusahaan. Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan aksesibilitas ke pasar modal merupakan fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan perusahaan tersebut memiliki ratio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil.
Hubungan Ukuran Perusahaan terhadap Deviden Payout Ratio.
Size perusahaan didefinisikan sebagai total aktiva perusahaan dan dioperasionalisasi sebagai logaritma total aktiva (LnTA). Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan bebar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan aksesibilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Gugler dan Yurtogul (2001) menemukan bahwa dividend payout ratio dipengaruhi secara negatif oleh size perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan cenderung mengurangi pembagian dividenya. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pada perusahaan besar, manajemen mampu memanfaatkan cash flow untuk kepentingan pribadi karena pemegang saham tidak mampu mengendalikan perilaku manajemen. Selain itu juga Size adalah symbol ukuran perusahaan Proxy ini dapat ditemukan melalui log natural dari total assets (Ln TA) tiap tahun. Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, sedangkan perusahaan kecil tidak mudah. Kemudahan aksesibilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan hutang atau memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran deviden yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil.Ukuran perusahaan diwakili oleh Log Natural (LN) dari total assets tiap tahun. Sri Sudarsih (2002) menyatakan bahwa Ukuran Perusahaan mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadapDeviden Payout Ratio.
Ha4 : Ukuran Perusahaan mempunyai pengaruh positif yang sinifikan terhadapDeviden Payout Ratio.
Stock Deviden
Stock Dividen adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yg dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (M. Munandar 1983: 314). Di Indonesia saham yg dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Stock Dividen. Dividen saham dapat berupa saham yang jenis sama maupun yang jenis berbeda.
Stock Split
Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham kedalam nilai nominal yang lebih kecil. Dengan demikian jumlah lembar saham yang beredar akan meningkat proporsional dengan penurunan nilai nominal saham. Definisi stock split menurut Abdul Halim (2005:97) adalah pemecahan jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar yang lebih banyak dengan menggunakan nilai nominal yang lebih rendah per lembar sahamnya secara proporsional. Tujuan dilakukan pemecahan saham adalah untuk menjaga harga agar saham tidak terlalu tinggi sehingga sahamnya lebih memasyarakat dan lebih banyak diperdagangkan. Dengan pemecahan saham, pemegang saham harus menukarkan sahamnya dengan saham baru yang memiliki nilai nominal lebih rendah. Sebab jika batas waktu penukaran yang ditetapkan terlampaui, maka saham dengan nilai nominal lama tidak bisa diperdagangkan di bursa. Sedangkan menurut Irham & Yovi (2009: 106) stock splitadalah peningkatan jumlah saham beredar dengan mengurangi nilai nominal saham; misalkan nilai nominal satu saham dibagi menjadi dua, sehingga terdapat dua saham yang masing-masing memiliki nilai nominal setengah dari nilai nominal awal.
Dengan adanya pemecahan saham maka nilai pari atau nilai yang ditetapkan menjadi berubah tetap dilain pihak jumlah lembar saham yang beredar bertambah pula. Oleh karena itu jumlah nilai pari atau nilai yang ditetapkan secara keseluruhan tidak mengalamiperubahan.Salah satu alasan perseroan melakukan stock split adalah untuk menurunkan harga pasar saham¬-sahamnya. Hal ini terjadi apabila perseroan tidak menghendaki harga pasar yang terlalu tinggi, sebab hal ini dapat mengurangi minat para investor terhadap saham yang dikeluarkan perseroan yang bersangkutan. Stock split yang dilakukan oleh perusahaan emiten dapat berupa stock split atas dasar satu jadi dua (two for one stock) dimana setiap pemegang saham akan menerima dua lembar saham untuk setiap lembar saham yang dipegang sebelumnya, nilai nominal saham baru adalah setengah dari nilai nominal saham sebelumnya. Begitu juga jika dilakukan stock split atas dasar satu jadi tiga (three for one stock), pemegang saham akan menerima tiga lembar saham untuk setiap satu lembar saham yang dimiliki sebelumnya, nilai nominal saham baru adalah sepertiga dari nilai nominal saham sebelumnya.
Pada dasarnya ada dua jenis stock split yang dapat dilakukan, yaitu
1. Split up (pemecahan saham naik)
Adalah penurunan naik nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah lembar yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan faktor pemecahan 3:1. Pada awalnya nilai nominal per lembar saham sebelum melakukan stock split sebesar seribu lima ratus rupiah, maka setelah dilakukan split up dengan perbandingan 3:1, nilai nominal per lembar saham yang banx adalah lima ratus rupiah, sehingga awalnya satu lembar menjadi tiga lembar.
2. Split down (pemecahan saham turun)
Adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan berkurangnya jumlah lembar saham yang beredar. Misalnya split down dengan faktor pemecahan 1:3 yang merupakan kebalikan dari split up. Awalnya nilai nominal per lembar saham seribu rupiah, kemudian dilakukan split down dengan perbandingan 1:3, maka nilai nominal per lembar saham baru adalah tiga ribu rupiah dan jumlah lembar saham yang pada awalnya tiga lembar saham menjadi satu lembar saham.
Hal-hal yang perlu diketahui oleh pemegang saham/investor sehubungan dengan pemecahan saham Abdul Halim (2005: 97):
- Rasio pemecahan saham yaitu perbandingan jumlah saham baru terhadap saham lama.
- Tanggal terakhir perdagangan saham dengan nilai nominal lama di bursa.
- Tanggal dimulainya perdagangan saham dengan nilai nominal baru di bursa.
- Tanggal terakhir dilakukannya penyelesaian transaksi dengan nilai nominal lama.
- Tanggal dimulainya penyelesaian transaksi dengan nilai nominal baru dan distribusi saham dengan nilai nominal baru ke dalam rekening efek perusahaan efek/bank kustodian di KSEI.
Zidny Rahmawati (2005:37) menyatakan bahwa stock split adalah pemecahan nilai nominal saham ke dalam nilai nominal yang lebih kecil. Dengan demikian jumlah lembar saham akan meningkat proposional dengan penurunan nilai nominal saham.
Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Purwo Adi Wibowo (2004;4) menyatakan bahwa stock split merupakan kebijakan perusahaan yang go publik (emiten) yang melakukan perubahan terhadap jumlah saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai dengan faktor pemecah (split factor).
Marwata (2001) definisi stock split adalah memecahkan selembar saham menjadi n lembar saham. Pemecahan saham mengakibatkan bertambahnya jumlah lembar saham yang beredar tanpa transaksi jual beli yang mengubah besarnya modal. Harga per lembar saham adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya.
Adapun menurut Brigham & Houston (2006), pemecahan saham adalah tindakan yang diambil oleh sebuah perusahaan untuk meningkatkan jumlah lembar saham beredar, seperti menggandakan jumlah lembar saham beredar dengan memberikan dua saham baru kepada pemegang saham untuk setiap satu lembar saham yang sebelumnya dia miliki. Perubahan jumlah saham yang beredar dibarengi dengan perubahan harga saham sehingga tidak mempengaruhi jumlah modal. Tujuan utama emiten melakukan stock split adalah untuk meningkatkan likuiditas saham sehingga distribusi saham menjadi lebih luas. Selain itu, untuk menempatkan saham dalam trading range yang optimal. Kebijakan stock splitmerupakan strategi untuk mempengaruhi transaksi saham tersebut di Bursa Efek. Harga awal yang diperkirakan terlalu tinggi dapat memberikan image mahal bagi investor sehingga tidak semua investor berani membeli saham tersebut. Kemampuan investor untuk membeli saham juga menjadi berkurang. Kebijakan stock split akan menurunkan harga saham sehingga diharapkan dapat mendorong peningkatan transaksi.
Repurches Of Stock
Repurches of stock atau pembelian kembali saham perusahaan adalah suatu kegiatan dimana perusahaan melakukan pembelian kembali atas saham mereka yang telah beredar di pasar bursa, yang telah dimilki oleh para pemegang saham.
Stock Repurches ini merupakan salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk mendistribusikan cashflow yang dimiliki perusahaan kepada para pemegang sahamnya selain dalam bentuk deviden. Pada saat membeli kembali sahamnya, biasanya perusahaan akan membalinya dengan harga di atas harga pasar. Kelebihan atas harga pasar inilah yang menjadi keuntungan bagi para pemegang saham yang dikenal dengan istilah capital gain
Wansley, Lane dan Sarkar (1989) menjelaskan mengenai alasan-alasan yang mungkin digunakan oleh suatu perusahaan ketika melakukan stock repurchase dan mengelompokkanya ke dalam enam hipotesis berikut, yaitu
- Dividend substitution hypothrsis
Karena pajak yang dikenakan untuk stock repuschase (pajak capital gain) lebih rendah daripada pajak yang dikenakan untuk deviden maka stock repurchase menjadi alternative yang lebih baik dibandingkan dengan deviden dalam mendistribusikan cashflow kepada para pemegang saham.
Grullon dan Michely (2002) menemukan adanya substitution effect antara deviden dan stock repurchase, bahwa suatu perusahaan yang biasa membayar deviden, trdak mengurangi jumlah devidennya dan menggantinya dengan stock repurchase. Mereka justru menemukan bahwa perusahaan yang membayar deviden dengan jumlah yanh besar lebih memilih untuk melakukan stock repurchase dari pada menikkan jumlah deviden yang dibayarkan
- Laverage Hypothesis
Kegiatan stock repurchase dapat meningkatkan financial laverage. Pada saat perusahaan membagi kelebihan jumlah kapitalnya, dalam hal ini melakukan stock repurchase, maka nilai ekuitas perusahaan akan menurun, sehingga dept ratio perusahaan akan meningkat. Peningkatan ini berate pula meningkatkan leverage perusahhan. Perusahaan akan lebih suka untuk melakukan stock repurchase jika rasio leverage-nya di bawah angka yang ditargetkan untuk mencapai struktur modal yang optimal.
- Reissue hypothesis
Stock repurchase dilakukan perusahaan untuk menyediakan sejumlah saham sebagai keperluan program pensiun, bonus, stock option, atau bentuk stock reissueyang lainya.
Jolls (1998) dan weisbenner (1998) menyebutkan bahwa sebagian besar pertumbuhan stock repurchase yang terjadi adalah sebagai akibat dari meningkatnya penggunaan stock option sedagai insentif yang diberikan kepada manajer perusahaan.
- Investment hyphotesis
Perusahaan yang kurang memiliki kesempatan berinvestasi akan menggunakan kelebihan kas yang dimilikinya untuk membeli kembali saham perusahaanya.
- Information signaling hypothesis
Kebanyakan perusahaan melakukan stock repurchase adalah untuk memberikan informasi atau sinyal positif kepada para pemegang saham mengenai kondisi perusahaan.
Smith (1990) menyebutkan bahwa stock repurchase adalah suatau cara bagi perusahhan untuk memberikan sinyal pada para pemegang saham bahwa perusahaan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar pada masa yang akan dating. Asqulin dan Mullin (1986) juga menyebutkan bahwa stock repurchase merupakan suatu sinyal yang diberikan perusahaan bahwa sahamnya memiliki intrinsic yang lebih besar daripada harga pasarnya, sehingga perusahaan mau untuk membeli kembali sahamnya dengan harga premium atau di atas harga pasar.
- Wealth transfer hypothesis
Stock repurchase yang dilakukan ketika saham perusahhan mengalami undervaluedakan menyebabkan adanya wealth transfer dari para pemegang saham, pemegang saham yang bersedia menjual sahanya kepada bukan pemegang saham. Wealth transfer juga mungkin terjadi dari bondholder kepada nonparticipating stockholder. Selain itu, stock repurchase mungkin dilakukan karena dapat memberikan keuntungan bagi pihak manajemen perusahaan, baik dengan menurunya kecenderungan perusahaan tersebut untuk diambil alih oleh perusahaan lain, ataupun dengan meningkatnya prsentase kepemilikian manajemen terhadap saham perusahaan.
Selain keenam alasan di atas, ada satu alas an lain perusahaan melakukan stock repurchase yaitu sebagai bentuk perusahaan dalam menghadapi ancaman takeover oleh perusahaan lain seperti yang dikemukan oleh Dennis (1990)
Jagannthan dan stephens (2003) menambahkan bahwa alas an yang dimiliki perusahaan untuk membeli kembali sahamnya berbeda, tergantung dari jumlah frekuensi pembelian kembali saham tersebut serta karakteristik perusahaan yang bersangkutan
Untuk perusahaan yang melakukan stock repurchase secara regular, biasanya memiliki pendaoatan operas yang besar dan stabil, dan memiliki diyidend payout ratio yang lebih tinggi. Perusahaan ini menjadikan stock repurchase sebagai sebuah pengganti adanya kenaikan deviden perusahaan. Sedangkan untuk perusahaan yang jarang melakukan stock repurchase, biasannya dimotivasi karena saham perusahaan yang dinilai undervalued. Perusahaan jenis ini merupakan jenis perusahaan kecil dengan tingkat terjadinya asymmetric information yang stabil, dan market to book ratio yang lebih rendah, sehingga kemungkinan untuk saham tersebut undervalue akan semakin besar
Ada beberapa metode dapat menjadi pilhan suatau perusahaan dalam melakukan stock repurchase. Beberapa diantaranya adalah:
1) Tender Offer
Dengan metode tender offer perusahaan menggumumkan kepada seluruh pemegam saham bahwa perusahaan akan membeli kembali beberapa lembar sahamnya pada harga dan periode tertentu yang telah ditrtapkan. Harga yang ditawarkan perusahaan biasanya adalah harga di atas harga pasar. Setiap pemegang saham akan memperkiarakan sendiri apakah harga yang ditawarkan akan lebih besar atau lebih kecil bila dibandingkan dengan harga saham tersebut setelah masa penawaran berakhir, sehingga setiap pemegang saham dapat memutuskan apakah bersedia untuk menjual sahamnya atau tidak. Stock repurchase dengan cara ini dapat meningkatkan harga saham
2) Open-market Repuurchase
Dalam metode ini perusahaan membeli kembali saham perusahaannya dengan jumlah yang relative kecil. Pembelian kembali dilakukan melalui broker dengan bayaran komisi pada tingkat normal pembelian dan pembelian harga pasar
Tidak seperti metode stock repurchase, metode ini tidak mengikat suatu perusahaan untuk benar-benar membeli kembali sahamnya sebanyak jumlah yang mereka umumkan sebelunya
Metode ini memberikan fleksibilitas kepada perusahaan untuk membali kembali sahamnya sedikit dibandingkan dengan yang direncanakan jika sahamnya menjadi lebih mahal ataupun membali lebih banyak jika sahamnya tetap atau lebih murah.
3) Dutch Auction
Pada pembelian kembali saham perusahaan menggunakan metode ini, perusahaan menyebutkan range harga saham yang ditawarkan dimana para pemegang saham akan memilih satu harga yang mereka tetapkan untuk menjual saham yang mereka miliki kepada perusahaan. Pasa akhir penawaran, perusahaan akan membeli sahamnya berdasarkan harga penawaran yang terbaik
4) Transferabel Put Rights
Dengan metode ini, perusahaan yang berencana akan membeli sahamnya sebesar α dari sahamnya yang beredar, memberikan setiap pemegang sahamnya satu TPR untuk setiap 1/α jumlah saham yang dimilikinya. Satu TPR memberi hak kepada para pemegang saham untuk menjual kembali satu lembar saham yang dimilikinya kepada perusahaan penerbit pasa harga yang telah ditentukan sebelumnya. Pemegang saham yang menolak menjual sahamnya dapat menjual TPR yang dimilikinya kepada pemegang saham lainya yang berkeinginan untuk menjual sahamnya lebih dari jumlah yang telah dialokasikan perusahaan kepada dirinya.
5) Private Repurchase
Private repurchase memerluhkan perusahaan untuk membeli saham dari seseorang pemegang saham dengan cara negoisasi langsung. Dilihat dari jarangnya perusahaan menggumumkan stock repurchase menggunakan metode ini, private repurchase dianggap kurang signifikan pengaruhnya terhadap harga saham perusahaan.
Comment dan Jarrel (1991) membadinkam antara ketiga metode stock repurchase . mereka menemukan bahwa tender offter adalah metode yang jumlah sahamnya yang dibelinya kembali oleh perusahaan paling besar dan memiliki reaksi perubahan harga saham palinh besar pula
Kelebihan stock repurchase dibandingkan dengan deviden
Woods dan Brigham (1996) menyebutkan beberapa kelebihan stock repurchasedibandingkan dengan deviden baik dari sudut pandang para pemegang saham maupun dari sudut pandang perusahaan yang melakukanya. Berikut adalah penjelasanya
Dari sudut pandang pemegang saham
a) Pajak Pendapatan (income tax)
Pajak yang dikenalkan kepada investor terhadap deviden yang diterima adalah sebesar personal income tax rate, sedangkan pajak yang dikenakan atas keuntungan dari stock repurchase adalah pajak capital gain. Hal ini menguntungkan bagi para investor karena pajak personal income tax biasanya memiliki tingkat yang lebih besar bila dibandingkan dengan pajak capital gain
b) Dengan stock repurchase para pemegang saham dapat memilih untuk menjual sahamnya atau tidak. Dibandingkan dengan deviden, pemegang saham harus menerima deviden tersebut dan membayar pajaknya
Dari sudut pandang perusahaan
a) Beberapa studi menunjukkna bahwa deviden bersifat kaku dalam jangka pendek. Perusahaan enggan untuk mengubah kebijakan pembayaran devidennya jika mereka ragu untuk bisa mempertahankan kebijakan tersebut dimasa yang akan datang. Perusahaan lebih memandang serius pada kebijakan untuk meningkatkan pembayaran deviden, namun tidak yakin untuk mempertahankan kebijakan tersebut kedepannya, dibandingkan dengan kebijakan untuk mrnggurangi jumlah deviden yang dibayarkan. Sehingga, jika perusahaan merasa bahwa mwmiliki kelebihan kas yang bersifat sementara, perusahan akan lebih memilih untuk menggunakan kas tersebut untuk stock repurchase daripada menaikan jumlah devidennya yang belum tentu bisa dipertahankan ke depannya
b) Saham yang telah dibeli kembali dapat digunakan sebagai saham untuk programstock option. Para manajer keuangan berpendapat bahwa akan lebih tepat dan murah jika menggunakan saham yang dibelinya kembali dibandingkan bila menerbitkansaham baru untuk program stock option tersebut
c) Jika kepemilikan saham perusahaan lebih banyak dimiliki oleh para manajer dalam perusahaan , maka mereka akan memilih stock repurchase dibandingkan deviden karena keuntungan pajak diperoleh
kakaknya baik-baik.
Pesan:
Selalu tetap baik ya, terus kalau ada yang telat tolong diperbolehkan ikut laporan pendahuluannya dong kan saya rumahnya jauhh kak. Seharusnya saya cuma nol1x karna tdk masuk tp jadi 3x :(